Header Serambi Naqiibah

Rumah di Tengah Hutan (3)

2 comments
Konten [Tampil]

Aku terperanjat sekian detik. Kok bisa sangkar alam burung trucukan sampai jatuh. Padahal tidak ada angin berembus atau hal yang mengganggu di antara burung dan pohon. Memang selama ini sih terlihat banyak burung kutilang maupun trucukan yang bersangkar di pohon jati. Setiap pagi mereka saling bersahutan menyambut hari.

Saat melihatnya, aku merasa kasihan dengannya. Mulutnya yang menganga menunjukkan dia sedang kelaparan. Mungkin dia tadi kelaparan, mencari makan dari induknya tapi sang induk tak kunjung datang, pikirku saat itu.

Tanpa menunggu lagi, langsung kuberi makan menggunakan voer ayam yang kucampur dengan air secukupnya. Lalu kusiapkan kurungan burung yang dulunya dihuni burung cendet.

Rumah di Tengah Hutan (3)

Diriku sedang bahagia karena sudah mendapatkan burung trucukan tanpa membeli seperti mendapat durian runtuh diusik. Akan tetapi, kebahagiaanku lagi-lagi diusik dengan kakak perempuanku yang baru tiba.

"Bahagia amat sih, Dek. Jadi kamu diperbolehkan bapak buat beli dan merawat burung trucukan? Bukannya kamu habis ini kuliah? Siapa yang mau merawat? Ehya, itu trucukan kok masih anakan?"

"Dikasih Allah langsung nih, Mbak."jawabku singkat.

"Gilaaa. Macem kekasihNya aja, bilang dikasih langsung. Ckckk"ujar mbakku sambil menoyor kepalaku. Aku hanya terkekeh, kemudian kuceritakan dengan semangat asal mula datangnya anakan trucukan. Seperti biasa, raut wajah mbakku ini datar saja dan kemudian menjawab,

"Hati-hati aja, Dek. Rawat dia dengan baik ya" ujarnya sambil ngeloyor masuk kamarnya.

Lagi-lagi mbakku mengusik ketenanganku, "Hih, sok misteri kamu, Mbaak!" jeritku. Mbakku cuma nyengir sambil berlalu.

Kehadiran si burung trucukan lumayan menjadi penghibur di rumah. Keluarga kami memang sayang dengan binatang. Didikan dari bapak untuk menyayangi setiap makhluk yang ada di bumi. 

Kata bapak, saat kita menyayangi dan mengasihi yang ada di bumi, kita akan disayang yang ada di langit(para malaikat). Kita tak pernah tahu amalan apa yang akan menyelamatkan kita dari murka Allah, bahkan seorang wanita yang melakukan perbuatan zina yang dianggap orang pada umumnya berdosa besar saja masih diselamatkan dari siksa hanya karena memberi minum seekor anjing yang katanya hewan bernajis. 

Betapa pun, kita semua harus sadar bahwa tidak ada hak bagi manusia untuk menilai besar kecilnya suatu ibadah. Apa yang kita anggap kecil, belum tentu menjadi kecil pula di hadapan Allah.

Kini si burung trucukan kesayangan keluarga kami sudah besar, yang awalnya cuma bercicit, kini sudah bisa berkicau. Dari saran kakak pertama, makannya si burung trucukan ini cukup simpel, cuma menggunakan pisang dan jangkrik.Seperti nasihat mbakku yang menjengkelkan, aku merawatnya dengan baik sebelum aku akhirnya akan kuliah di kota Pahlawan.

Suatu malam, saat aku usai mencuci baju dan waktu sudah menunjukkan pukul 22.30 WIB. Bapak dan ibuk sudah tidur di kamar mereka. Aku segera masuk ke dalam kamar, tiba-tiba trucukan yang digantung di serambi rumah itu berkicau.

Aku merasa ada yang aneh. Kok si burung trucukan berkicau malam-malam. Padahal, seingatku kandangnya sudah aku selimuti. Tak lama dari si trucuan berkicau, suara gaduh di loteng pun mulai lagi. Si tikus ini tak henti-henti mengganggu keluarga kami.

Aku pun keluar kamar dan kemudian mengeceknya keluar. Ketika keluar kamar, tiba-tiba aku sangat merasa merinding. Dan saat aku ke serambi untuk mengecek burung trucukan, aku akhirnya tahu sesuatu yang menyebabkan dia berkicau malam-malam. (bersambung)


Episode 1: Rumah di Tengah Hutan (1)

Episode 2: Rumah di Tengah Hutan (2)

Episode 3: Rumah di Tengah Hutan (3)

Episode 4: Rumah di Tengah Hutan (4)

Episode 5: Rumah di Tengah Hutan (5)

Episode 6: Rumah di Tengah Hutan (6)

Episode 7: Rumah di Tengah Hutan (7)

Naqiibatin Nadliriyah
Halo! Saya Naqi. Pembaca buku yang menulis beberapa topik di Serambi Naqiibah. Diantaranya tentang ulasan buku maupun film, tips, fiksi, finansial, dan review produk teman :)

Related Posts

2 comments

Post a Comment